Obat modern asli Indonesia (OMAI) hasil riset dan pengembangan Dexa Group yakni REDACID, menerima Nomor Izin Edar (NIE) sebagai obat Fitofarmaka dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) RI. Hal ini dilakukan seiring dengan langkah dan upaya dukungan Badan POM terhadap hilirisasi hasil penelitian dan pengembangan obat dan makanan melalui pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Fitofarmaka, serta Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Biologi.
Penyerahan sertifikat Fitofarmaka untuk produk REDACID tersebut berikan oleh Kepala Badan POM RI, Ibu Penny K. Lukito kepada Pimpinan Dexa Group Bapak Ferry Soetikno di acara Dialog Nasional bertema “Sinergitas Dalam Hilirisasi Riset Obat, Obat Tradisional, dan Pangan Untuk Percepatan Perizinan", di Hotel Holiday Inn, Kemayoran, Jakarta, 10 Desember 2019.
Hadir mendampingi Pimpinan Dexa Group, Executive Director DLBS PT Dexa Medica Bapak Raymond Tjandrawinata, Head of Corporate Communications Dexa Group Bapak Sonny Himawan, dan Head of Regulatory Affairs PT Dexa Medica Ibu Riena Juniara.
Dalam kegiatan yang dihadiri para peneliti dari akademisi, institusi penelitian, serta pelaku usaha ini, Kepala Badan POM RI Penny K. Lukito mengemukakan bahwa para peneliti di perguruan tinggi dan institusi penelitian lainnya, telah banyak melakukan riset dan pengembangan di bidang obat dan makanan.
“Riset dan pengembangan tersebut diharapkan menghasilkan produk-produk inovasi dalam negeri untuk menekan ketergantungan kepada produk impor. Saat ini pemerintah mendorong agar produk riset tidak hanya berakhir di publikasi jurnal ilmiah, namun juga dapat dikomersialisasi agar dapat dimanfaatkan lebih luas atau memberikan kemanfaatan bagi masyarakat,” kata Ibu Penny.
Terhadap NIE Fitofarmaka untuk produk REDACID tersebut, Bapak Ferry menyampaikan terima kasih atas apresiasi dan komitmen yang diberikan Badan POM dalam melakukan pendampingan terhadap industri farmasi, salah satunya kepada Dexa Group.
“Penciptaan obat modern asli Indonesia ini merupakan salah satu cara Dexa Group untuk berkontribusi bagi bangsa. Dexa berkontribusi mendorong percepatan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri obat di Indonesia melalui penciptaan obat modern asli Indonesia salah satunya produk obat Fitofarmaka Redacid yang baru saja kami terima NIE Fitofarmaka-nya,” kata Bapak Ferry.
Bapak Raymond mengemukakan, obat herbal hasil riset dan pengembangan para ilmuwan Dexa Group melalui DLBS, terbuat dari bahan alami yang diambil dari kekayaan alam Indonesia. “Redacid terbuat dari fraksi bioaktif dari Cinnamomum burmannii atau dalam bahasa Indonesia adalah kayu manis,” ujar Bapak Raymond.
Bapak Raymond menyampaikan bahwa apa yang telah dilakukan peneliti untuk melakukan riset dan mengembangkan produk Fitofarmaka, tidaklah mudah. “Otomatis kita harus melakukan uji praklinis, uji toksikologi, uji klinik, dan sebagainya. Dan semua kami lakukan berdasarkan kaidah-kaidah yang sudah diberikan oleh Badan POM. Dan dalam hal tersebut, Badan POM juga memfasilitasi dan mempercepat perolehan Fitofarmaka ini,” jelas Bapak Raymond.
DLBS membuat Redacid menggunakan teknologi TCEBS (Tandem Chemistry Expression Bioassay System) untuk menghasilkan fraksi bioaktif dari kayu manis (Cinnamomum burmannii) yang lebih murni dibanding ekstrak biasa. Redacid bekerja secara langsung untuk menghambat aktivitas pompa proton yang berfungsi untuk memproduksi asam lambung.